Nelly, M.Pd.
Pemerhati Masalah Sosial Politik
SAH, DPR dan pemerintah sudah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, yang begitu alot pembahasannya. Pengesahan yang seakan tergesa-gesa dan dipaksakan di tengah wabah, sebab tidak ada relevansi dan urgensinya untuk kepentingan rakyat.
Sebagaimana diketahui bersama RUU tersebut mendapat protes dari hampir semua kalangan termasuk dua praksi di DPR yaitu fraksi partai Demokrat dan fraksi partai PKS.
Menanggapi pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut sejumlah kelompok buruh mengatakan akan tetap melaksanakan “mogok nasional” dan unjuk rasa selama tiga hari pada 6 – 8 Oktober, mereka mengatakan langkah itu diambil untuk mendesak pemerintah dan DPR menggagalkan undang-undang, yang menurut mereka “disahkan secara tidak transparan” (5/10/2020).
RUU Cipta Kerja tersebut mendapatkan banyak pertentangan di masyarakat. Pertentangan muncul karena banyak poin-poin yang tidak menguntungkan semua pihak.
Seperti dikatakan peneliti ekonomi Indef Bhima Yudhistira menyebutkan beberapa pihak merasa dirugikan dengan poin-poin yang ada di dalam Omnibus Law Cipta Kerja.
Menurutnya, klaster ketenagakerjaan menjadi salah satu yang memiliki banyak masalah dan cenderung merugikan para pekerja (5/10/2020).
Sementara Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas mengatakan bahwa pengesahan RUU Cipta Kerja ini, maka dirinya mengaku terus terang sangat-sangat kecewa.
Karena DPR yang merupakan wakil rakyat lebih banyak mendengar dan membela kepentingan pemilik kapital dari pada membela kepentingan rakyat banyak (6/7).
Mencermati RUU Cipta Kerja yang seakan dipaksakan di tengah pandemi ini untuk disahkan patut ditelaah bersama. Sebab keberadaanya tidak memiliki relevansi signifikan untuk segera disahkan, padahal banyak masalah terbesar yang perlu diperhatikan dan menjadi fokus pemerintah untuk diselesaikan.
Pertanyaannya adalah DPR dan pemerintah itu bekerja untuk siapa? mengapa suara rakyat tidak didengarkan dan diutamakan?.
Maka seyogianya pemerintah lebih memfokuskan pada kepentingan rakyat. Jika masih bisa dibatalkan maka perlu dipertimbangkan kembali.
Pun, harusnya lebih memaksimalkan pada masalah bangsa saat ini seperti penanganan covid-19, masalah korupsi, masalah birokrasi yang tidak efisien, dan menekan laju resesi ekonomi. Segala kebijakan harusnya lebih mementingkan urusan rakyat, sebab itulah fungsi dan tanggungjawab negara. (*)