ENAM orang pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) ditembak mati oleh Polisi di ruas Tol Jakarta-Cikampek KM 50, Senin (7/12/2020) dinihari.
Menurut Polisi, mereka membawa senjata api dan senjata tajam, dan membahayakan keselamatan anggota Polisi. Semua keterangan Polisi dibantah oleh FPI. Mereka tidak membawa senjata, mereka tidak melakukan perlawanan, bahkan mereka yang terlebih dahulu diserang oleh kelompok yang mereka tidak kenal.
Tentu saja, pasti akan ada penjelasan yang obyektif, apa yang sesungguhnya terjadi?. Harus ada penyelidikan independen. Saya mendukung DPR, Komnas HAM, bahkan Amnesty International meminta dibentuknya tim investigasi independen.
Perlu dibentuk Tim Pencari Fakta untuk mengusut peristiwa terbunuhnya 6 nyawa warga negara demi penegakkan hukum yang berkeadilan. Kita semua sepakat, betapa mahal dan berharganya satu nyawa manusia, yang mesti dilindungi oleh Negara.
Kasus ini menjadi aneh dan menimbulkan pertanyaan besar bagi publik. Kenapa Pemerintah begitu getol memburu HRS dengan mengerahkan segala daya upaya.
Seolah HRS adalah tokoh yang sangat berbahaya dan mengancam negara. Sampai-sampai ‘menyebut’ namanya saja bisa jadi masalah. Dengan berdalih menegakkan hukum, Pemerintah terkesan berlebihan menangani kasus HRS.
Pendekatan yang digunakan cenderung menekan, mengancam dan mencurigai. Bukan hanya kepada HRS saja, juga kepada semua pihak-pihak yg menyampaikan kritik yang keras dan pedas. Pemerintah cenderung mudah menangkap dan menjerat mereka dengan ancaman penjara.
Mengapa pemerintah tidak mengubah pendekatan yang lebih bijak. Merangkul, mengajak dialog dan mendengarkan berbagai keluhan dan usulan.
Pemerintah mesti lebih arif dalam menyikapi Habib Rizieq Shihab dan siapapun yang mengkritik Pemerintah. Kenyataannya beliau adalah salah satu tokoh ulama, pemimpin pondok pesantren dan majlis ta’lim, pemimpin gerakan dakwah, sosial dan kemanusiaan (FPI), dan juga seorang habib (dari garis keturunan RasuluLlah SAW).
Pengikut dan yang mencintai beliau jutaan orang yg tersebar di berbagai kota dan desa. Apalagi kiprah HRS tidak akan melakukan pemberontakan ataupun merongrong pemerintahan yg sah ini.
HRS hanya melakukan kritik yang keras, dengan cara-cara yang tegas dan konsisten atas segala kebijakan yang oleh banyak pihak juga dikritik.
Bahkan beliau bersama FPI nya telah banyak berkiprah melakukan aksi-aksi kemanusiaan yang sangat heroik di setiap kejadian bencana.
Beliau bersama FPI juga tidak mengumbar kebencian kepada kelompok-kelompok agama lain, bahkan merawat kebersamaan. HRS dan FPI menerima, bahkan terdepan dalam membela Pancasila dan NKRI.
HRS sangat fasih dan rinci memahami, menghayati, dan mengajak Pemerintah dan kita semua untuk mengamalkan Pancasila.
Kalau Pemerintahan Jokowi ini tidak mengubah cara dan pendekatan yang lebih bijak, merangkul dan mengajak dialog berbagai pihak yang ‘berseberangan’, bahkan terus menerus melakukan penangkapan, pemenjaraan, bahkan perlakuan keras, saya khawatir suasana akan bertambah gaduh bahkan berujung kepada perpecahan.
Kejadian penembakan 6 orang pengawal Habib Rizieq Shihab menjadi batu ujian Pemerintahan Jokowi. Semoga semua pihak dapat menahan diri, dapat bertindak lebih bijak demi kebaikan dan kedamaian di negeri ini. (*)
Fahmy Alaydroes
Anggota DPR-RI Fraksi PKS