RADAR BOGOR, Ilmu dan teknologi pangan memiliki peranan yang penting dalam perkembangan produksi dan konsumsi makanan yang tersedia untuk seluruh penduduk di dunia.
Bidang ilmu ini mengulas dan terus mengembangkan pasokan makanan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesehatan manusia dalam mencapai kesejahteraan pangan sebagai kebutuhan pokok.
Stok cadangan makanan yang banyak menuntut untuk memperpanjang umur simpannya, sehingga pengolahan pangan sangat diperlukan dalam hal ini.
Tidak dipungkiri bahwa kemajuan besar dalam pengawetan makanan diawali dengan konsep dasar pengalengan dari riset Nicolas Appert yang menggunakan botol kaca gabus untuk mengawetkan makanan dan Peter Durand yang memperkenalkan konsep pengalengan dengan kemasan logam.
Demikian juga Louis Pasteur yang mengevaluasi efek mematikan dari proses pemanasan terhadap inaktivasi mikrobia. Pengolahan termal adalah pendekatan yang paling dikenal dan banyak digunakan untuk keamanan dan pengawetan makanan.
Dengan kombinasi suhu dan waktu proses termal yang tepat, mikrobia patogen atau pembusuk akan dapat diinaktivasi. Kunci dari proses ini adalah adanya perlakuan panas tinggi pada bahan pangan dan selanjutnya pengkondisian untuk tidak terjadi kontaminasi ulang pasca pemanasan.
Saat ini ada tiga jenis proses termal umum yang diterapkan pada makanan selain pemasakan, yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi komersial.
Blansing adalah perlakuan pemberian panas ringan yang diaplikasikan pada makanan yang akan dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan dengan suhu di bawah 212°F selama kurang lebih 3 menit.
Tujuannya adalah mengurangi aktivitas enzim yang mengkatalisasi perubahan rasa, tekstur, atau warna, mengurangi oksidasi, dan melunakkan jaringan.
Pasteurisasi paling umum diterapkan pada bahan cair dengan perlakuan suhu 140-212°F dengan waktu singkat untuk menonaktifkan sel vegetatif mikrobia.
Sterilisasi komersial digunakan untuk menonaktifkan mikrobia patogen dan pembusuk atau yang dapat menyebabkan penyakit akibat toksinnya seperti Clostridium botulinum. Proses ini dilakukan dengan menahan produk pada suhu di atas 230°F selama beberapa menit.
Metode ini dapat dilakukan dengan in container heating atau pengolahan aseptik. Proses ini juga dapat dioptimalkan untuk mendapatkan kondisi proses yang juga memperhatikan aspek retensi zat gizi dan atribut mutu seperti rasa, aroma, dan warna.
Hingga kini, tidak ada teknologi yang memberikan pengaruh lebih besar pada kebiasaan pengolahan makanan di dunia selain proses pengolahan dengan termal disertai penggunaan wadah tertutup rapat serta kedap udara untuk keperluan pengawetan makanan.
Teknologi pengolahan dengan teknik ekstrusi umumnya juga dianggap sebagai proses suhu tinggi dengan waktu yang singkat. Komponen makanan akan terkena suhu di atas 284°F untuk waktu yang sangat singkat
Pengeringan, pendinginan dan pembekuan juga dilakukan untuk langkah preservatif dalam proses pengolahan makanan. Bagaimanapun juga, ketiga metode pengolahan ini tidak mutlak digunakan untuk membunuh mikrobia.
Meskipun demikian ketiga metode pengolahan tersebut dapat menghambat laju pertumbuhan mikroba, sehingga cukup untuk mencegah pembusukan pada produk dan memperpanjang umur simpan. Selain itu juga dapat menghambat enzim yang menyebabkan penurunan kualitas sebagian besar atribut mutu makanan.
Pengeringan berkaitan dengan aktivitas air (Aw), contohnya: bahan pangan dengan nilai Aw 0,3-0,65 memiliki efek perubahan tekstur produk seperti hilangnya kerenyahan, timbulnya tekstur yang keras, dan penggumpalan; nilai Aw ≥0,85 sangat mendukung pertumbuhan mikrobia.
Nilai Aw adalah kunci untuk mengontrol aktivitas enzim, oksidasi lipid, dan reaksi-rekais yang bertanggung jawab pada degradasi vitamin, perubahan warna, rasa, dan aroma.
Langkah preservatif dengan penambahan senyawa asam juga sering banyak digunakan. Prinsipnya adalah mikrobia pembusuk dan patogen tidak mampu tumbuh pada lingkungan dengan konsentrasi asam tinggi.
Penggunaan mikrobia untuk fermentasi makanan juga merupakan teknik pengawetan yang lama digunakan tanpa pendinginan selama penyimpanan. Mikrobia yang digunakan juga dapat menyebabkan perubahan yang diinginkan dalam makanan seperti pada produk bakery atau minuman beralkohol.
Menyusul kemudian teknik iradiasi yang juga digunakan dalam proses pengolahan makanan. Teknik ini bekerja dengan cara merusak DNA organisme kontaminan. Iradiasi dosis sedang diperlukan untuk menghambat bakteri pembusuk dan patogen, sedangkan dosis tinggi diperlukan untuk sterilisasi.
Umur simpan makanan segar juga dapat diperpanjang dengan mengontrol komposisi udara sekitar produk yang masih aktif menjalani respirasi. Penghilangan oksigen di lingkungan dapat memberikan perpanjangan umur simpan produk yang signifikan.
Beberapa alternatif teknologi pengolahan telah dikembangkan seperti microwave dan ohmik yang jauh lebih cepat memanaskan daripada metode pengalengan.
Selain itu, High Pressure Processing, Pulsed Electric Fields, gelombang ultrasonik, dan High-Intensity Pulsed Light juga digunakan sebagai alternatif proses pengolahan makanan.
Ohmik melibatkan penyaluran listrik melalui makanan dengan memberikan kontak pada elektroda yang bermuatan. Teknik High Pressure Processing dapat menurunkan populasi mikrobia tanpa pemanasan.
Namun kombinasi dengan pemanasan juga dapat membunuh spora mikrobia. Proses ini lebih cepat dan tidak terlalu merusak beberapa atribut mutu makanan dibandingkan pemanasan konvensional.
Penggunaan tegangan yang sangat tinggi (>20 kV) dalam waktu yang sangat pendek pada Pulsed Electric Fields berpotensi sebagai metode nontermal untuk pasteurisasi produk makanan cair.
Bioteknologi yang merupakan serangkaian teknologi yang diterapkan pada organisme hidup atau komponen subselulernya untuk mengembangkan produk dan proses yang bermanfaat menjadi teknologi yang mutakhir.
Bioteknologi memiliki potensi untuk meningkatkan produksi pangan, meningkatkan kualitas dan kesehatan pangan, mengurangi ketergantungan pertanian pada bahan kimia, mengurangi stres biotik dan abiotik, dan menurunkan biaya bahan baku.
Peningkatan musim tanam, hasil, ketahanan penyakit dan ketahanan hama, meningkatkan kandungan nutrisi, tekstur, warna, serta rasa makanan juga dapat dikembangakn dengan bioteknologi. Teknik bioproses adalah pengolahan menggunakan mikroba yang direkayasa untuk mengolah bahan pangan.
Nanoteknologi merupakan teknologi mutakhir yang mempelajari materi berskala nano untuk pengembangan sifat fisik kimia pangan dan biologi seperti scanning tunneling microscopy dan atomic force microscopy.
Nanoteknologi mendukung produksi yang berkelanjutan dan tepat, meningkatkan teknologi pascapanen, meningkatkan keamanan dan ketahanan pangan, mengembangkan pengolahan dan pengemasan pangan serta teknologi material bahan pangan.
Kapsul berskala nano dapat membantu tranport mikronutrien dan bioaktif melalui makanan sehingga dapat memfasilitasi akses ke area seluler usus untuk meningkatkan penyerapan. Aplikasi ledakan gelembung berukuran nano juga dapat membunuh mikrobia. Polimer nanokomposit sebagai pelapis bahan pangan segar dapat menghambat respirasi.
Nanokomposit juga dapat digunakan sebagai komponen kemasan antimikroba, meningkatkan kekuatan mekanik kemasan, dan kemampuan terurai secara hayati.
Pengolahan makanan telah berevolusi untuk menjadikan makanan sebagai sumber energi yang sehat untuk membantu masyarakat mengatasi kelaparan dan penyakit, serta meningkatkan keamanan, gizi, kenyamanan, keterjangkauan, dan ketersediaan makanan.
Melalui ilmu dan teknologi pangan, pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu diterapkan untuk mengubah bahan-bahan makanan mentah menjadi makanan konsumsi yang tersedia sepanjang tahun. Baru-baru ini, dengan adanya teknologi industri 4.0 maka kapasitas produksi dari suatu industri makanan dan minuman dapat menjadi lebih besar.
Sehingga untuk saat ini dan di masa yang akan datang, perkembangan ilmu dan teknologi pangan sangat menjanjikan untuk peningkatan keamanan, mutu, dan keberlanjutan pangan. Sumber: An IFT Scientific Review berjudul “Feeding the World Today and Tomorrow: The Importance of Food Science and Technology”.
Oleh:
David Yudianto
Mahasiswa S3 Ilmu Pangan, IPB University
Dosen Politeknik AKA Bogor