Terkait Uang Pembebasan Lahan Double Track Bogor-Sukabumi, Pemkot Dinilai Lepas Tangan

Anggota DPRD provinsi Jawa Barat, Rudi Harsa Tanaya.

BOGOR-RADAR BOGOR, Anggota DPRD provinsi Jawa Barat (Jabar), Rudi Harsa Tanaya melakukan reses ke sejumlah wilayah di Kota Bogor selama empat hari. Permasalahan pembangunan jalur ganda (double track) ternyata yang menyita paling banyak perhatiannya.

Alasannya, pembangunan proyek hingga Kota Sukabumi itu ternyata masih menjadi kendala bagi semua warga yang terdampak. Berbagai keluhan diterimanya saat menyambangi Kelurahan Bondongan, beberapa hari yang lalu.

Rudi yang berniat untuk bertemu dengan konstituennya di daerah pemilihan (Dapil) Kota Bogor justru dihadapkan pada persoalan semacam itu.

“Yang luar biasa terkait permasalahan rel kereta double track itu. Setelah mendengarkan keluhan warga, saya secara pribadi menyesalkan pemerintah kota (pemkot) Bogor yang lepas tangan. Mulai dari pembayaran (uang kerahiman) dan sebagainya yang langsung dari DJKA (Direktorat Jenderal Perekretaapian) ke warga, warga mesti pindah, mereka tidak tahu kemana,” ungkapnya yang ditemui Radar Bogor, usai menemui konstituennya di Kecamayan Tanah Sareal, Kamis (12/11).

Ia melanjutkan, pemkot Bogor seharusnya mewadahi kegelisahan warga terhadap tempat tinggalnya. Pembayaran uang kerahiman bukan berarti mereka sudah harus lepas tangan terhadap warganya.

Apalagi, mereka yang terdampak jalur double track itu bisa saja merupakan warga yang selama ini juga sudah rutin berkontribusi dan menyumbangkan retribusi bagi Kota Bogor bertahun-tahun.

Anggota DPRD provinsi Jawa Barat (Jabar), Rudi Harsa Tanaya.

Menurut lelaki dari fraksi Partai Demokrasi Indoneaia Perjuangan ini, pemkot Bogor secara moral harus tetap hadir untuk warganya. Setidaknya, mereka bisa menawarkan solusi untuk hunian atau tempat tinggal sementara bagi mereka. Jika tidak, masyarakat di sekitar jalur double track itu terkesan berjuang sendirian karena tak mendapat payung pemkot.

“Akhirnya dari mereka yang punya rumah, kemudian terpaksa ngontrak. Ada juga yang terpikir bakal jadi gelandangan. Kenapa tidak menyiapkan rumah susun (rusun) atau paling sederhananya hunian sementara. Dengan lahan Kota Bogor yang masih banyak, seharusnya pemkot bisa menyiapkan. Jadi masyarakat bisa bayar juga. Uang pengganti dari DJKA bisa dpakai untuk uang muka,” papar Rudi yang berasal dari Dapil 7 Kota Bogor ini.

Politikus asal PDI Perjuangan ini menyebutkan, sekira 800 KK yang terdampak. Mereka semua mengalami hal yang sama. Meskipun sejak awal mereka telah salah menempati lahan DJKA, namun pemkot semestinya hadir memberikan solusi. “Kalau uang kerahiman itu juga buat apa? Ketimbang sekarang hanya cukup untuk ngontrak, mending kan dibuatkan rusun,” tegasnya lagi.

Dalam masa resesnya di Kota Bogor, Rudi menyambangi delapan titik secara bergantian dalam waktu empat hari. Masing-masing menyampaikan permasalahan yang normatif, sesuai dengan komisi yang dijaganya yakni Komisi V DPRD Jabar.

Mulai dari masalah pendidikan, orang tua yang mengeluh biaya swasta, kesehatan, hingga jalan-jalan yang belum dibangun dengan sempurna karena kurangnya anggaran dari APBD Kota Bogor.

“Kalau saya sebenarnya sudah datang terlambat (soal double track itu) karena sudah selesai. Akan tetapi, sebenarnya masih bisa kalau pemkot ikut berinisitaif urun rembuk dengan persoalan warganya,” pungkas lelaki Ciomas ini.(mam)