Pabrik Sepatu di Tanggerang Bangkrut, Ribuan Karyawannya di PHK

Ilustrasi buruh

JAKARTA-RADAR BOGOR, Sebuah pabrik sepatu di Cikupa, Tangerang dilaporkan bangkrut. Sebanyak 1.800 karyawannya pun di PHK. Laporan itu diterima oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Tangerang.

“Sedang diproses PHK-nya,” ungkap Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Disnaker Kabupaten Tangerang Hendra, Kamis (5/11/2020) seperti dilansir detik.com.

Namun, ia enggan menyebutkan nama pabrik tersebut. Ia mengatakan, PHK ini dilakukan karena perusahaan menelan kerugian yang besar akibat dampak pandemi.

“Iya informasinya karena pandemi, nggak ada order jadi nggak bisa bayar (karyawan). Sudah mengalami kerugian perusahaannya,” tutur Hendra.

Ia menjelaskan, 1.800 karyawan itu hanya akan bekerja sampai akhir November 2020 ini.

Saat ini, Disnaker Kabupaten Tangerang sedang meminta data lengkap masing-masing karyawan yang di-PHK. Nantinya, data itu akan digunakan untuk mendaftarkan korban PHK pada program-program bantuan pemerintah.

Ilustrasi buruh

Hendra mengatakan, para karyawan yang kena PHK tersebut sudah dipastikan akan mendapatkan pesangon.

“Jadi divisi-divisi yang sudah tidak operasional ya sudah selesai. Mereka dilakukan pembayaran juga, pembayaran bertahap. Informasinya mereka dapat pesangon,” ungkapnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengungkapkan, PHK itu dilakukan terhadap seluruh karyawan di pabrik sepatu tersebut. Ia menerangkan, pabrik itu memang akan menutup operasionalnya secara permanen alias gulung tikar.

“Iya ditutup, tapi perusahaan induknya masih beroperasi. Lokasi perusahaan induknya juga di Tangerang,” terang Firman.

Ia menjelaskan, induk bisnis dari pabrik itu telah memutuskan untuk menutup operasi salah satu anak usahanya. Alasannya karena pabrik di Cikupa itu mengalami penurunan pesanan sepatu yang sangat drastis.

“Gambarannya sama juga tadi karena pandemi, kemudian order yang masuk belum 100% pulih, walau sudah lebih baik daripada bulan Mei-Juni. Tapi order belum pulih sepenuhnya. Sehingga, terjadilah over capacity, dan kemudian dilakukanlah PHK,” ucap Firman. (dtk/ysp)