RADAR BOGOR – Keberadaan Palang Merah Indonesia dengan peran sertanya bersama pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 tidaklah bisa dinafikan lagi. Organisasi kemanusiaan yang berstatus badan hukum ini diundangkan dengan Undang-Undang nomor 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan guna menjalankan kegiatan Kepalangmerahan sesuai dengan Konvensi Jenewa Tahun 1949.
Tujuannya untuk mencegah dan meringankan penderitaan dan melindungi korban tawanan perang dan bencana, tanpa membedakan agama, bangsa, suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, golongan, dan pandangan politik itu kini sudah berusia 75 tahun. Usianya seiringan dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, yaitu tepatnya 17 September 1945, dengan ketua pertamanya Drs. Mohammad Hatta.
Selayang pandang sejarah lahirnya Palang Merah di Indonesia yang mungkin sebagian belum mengetahuinya. Pada mulanya, sekitar tahun 1873, Pemerintah kolonial Belanda mendirikan organisasi Palang Merah di Indonesia dengan nama Het Nederland-Indiche Rode Kruis (NIRK) yang kemudian namannya menjadi Nederlands Rode Kruiz Afdelinbg Indie (NERKAI). Tepatnya 21 Oktober 1873.
Kemudian, Pada 1932 timbul semangat untuk mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) yang dipelopori oleh dr. RCL. Senduk dan Bahder Djohan. Kemudian, proposal pendirian diajukan pada kongres NERKAI (1940), namun ditolak. Pada saat itu, masa penjajahan Jepang, proposal itu kembali diajukan, namun tetap ditolak.
Selanjutnya memasuki era kemerdekaan, pada 3 September 1945 Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional untuk menunjukan kepada dunia internasional bahwa keberadaan Negara Indonesia adalah suatu fakta nyata setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Sehingga pada 5 September 1945, dr. Buntaran membentuk Panitia Lima yang terdiri dari dr. R. Mochtar, dr. Bahder Johan, dr. Joehana, Dr. Marjuki dan dr. Sitanala, untuk mempersiapkan pembentukan Palang merah di Indonesia. Disepakatilah pembentukan Pengurus Besar Palang Merah Indonesia pada tanggal 17 September 1945 yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
Berdasarkan ketentuan, di dalam satu negara hanya ada satu perhimpunan nasional, maka pada 16 Januari 1950, Pemerintah Belanda membubarkan NERKAI dan menyerahkan asetnya kepada PMI. Pihak NERKAI diwakili oleh dr. B. Van Trich sedangkan dari PMI diwakili oleh dr. Bahder Djohan.
PMI terus melakukan upaya untuk mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah. PMI terus melakukan pemberian bantuan kemanusiaan, hingga akhirnya Pemerintah Republik Indonesia Serikat mengeluarkan Keppres No. 25 tanggal 16 Januari 1950 dan dikuatkan dengan Keppres No. 246 tanggal 29 November 1963. Pemerintah Indonesia mengakui keberadaan PMI.
Adapun tugas utama PMI berdasarkan Keppres RIS No. 25 tahun 1950 dan Keppres RI No. 246 tahun 1963 adalah untuk memberikan bantuan pertama pada korban bencana alam dan korban perang sesuai dengan isi Konvensi Jenewa 1949.
Secara Internasional, keberadaan PMI diakui oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada 15 Juni 1950. Setelah itu, PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (Liga) yang sekarang disebut Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) pada Oktober 1950.
Adapun tugas yang dilakukan PMI adalah Memberikan bantuan kepada korban konflik bersenjata, kerusuhan dan lainnya; Memberikan pelayanan darah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Melakukan pembinaan relawan; Melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan Kepalangmerahan; Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan kegiatan Kepalangmerahan; Membantu dalam penanganan musibah dan/atau bencana di dalam dan di luar negeri; Membantu pemberian pelayanan kesehatan dan sosial; dan Melaksanakan tugas kemanusiaan lainnya yang diberikan oleh pemerintah.
Saat ini, PMI telah berdiri di 33 Provinsi, 474 Kabupaten/Kota dan 3.406 Kecamatan (data per-Pebruari 2019). PMI mempunyai hampir 1,5 juta sukarelawan yang siap melakukan pelayanan. (Ref.PMI)
Selama pandemi ini, menurut Sekretaris Jenderal PMI, Sudirman Said, Palang Merah Indonesia (PMI) berfokus pada dua hal. Satu edukasi dan komunikasi risiko. Langkah ini ditempuh dengan pendidikan kepada masyarakat lewat berbagai jalur hingga media sosial.
Pesan langsung di tengah masyarakat menggunakan kendaraan ke kampung-kampung. Kemudian pencegahan, dengan cara menyemprotkan disinfektan ke tempat umum, karena virus adanya di tempat interaksi manusia. sehingga di tempat yang kira-kira akan banyak manusianya, maka area tersebutlah yang menjadi fokus penyemprotan.
Menurut Sudiraman, saat ini ada 500 cabang di seluruh Indonesia yang mengerahkan lebih dari 6 ribu hands sprayer serta alat semprot manual yang masuk ke kampung-kampung. Ada 200 kendaraan pick up, 30 sepeda motor roda tiga, 30 gunner dan didukung oleh 150 tangki, mengerahkan puluhan ribu relawan untuk melakukan ini. Jadi kalau misalnya masuk gang kecil, maka motor masuk, jalan agak besar, pakai pick up, masuk (sampai) rumah-rumah. (liputan6.com)
Selamat hari Bulan Bhakti Palang Merah Indonesia yang ke 75. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan bantuan dari orang lain. Kemanusiaan yang nyata adalah saat Kita bisa membagikan nilainya.
PMI menjadikan tetesan darah bukan hanya sekedar benda tak berharga. PMI telah menyelamatkan ribuan nyawa dengan setetes darah yang dimilikinya. Selamat Hari Palang Merah Indonesia!
** Asep Saepudin
(Sekretaris Pusat Kajian Gender, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Visi Nusantara Maju & Ketua Bidang Dakwah dan Kajian Keagamaan, Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat)