BOGOR – RADAR BOGOR, Niat Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk menjadikan kawasan Bogor Raya, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur sebagai kawasan mandiri kembali tancap gas.
Minggu (13/9/2020), Wali Kota Bogor, Bima Arya baru saja groundbreaking apartement bertajuk Bogor Heritage Ecopark di kawasan itu.
Apartemen itu, hanya menjadi salah satu bagian dari maket Kota Bogor di masa depan. Termasuk dengan pembangunan pusat pemerintahan baru di kawasan tersebut.
Sebelum simbolis groundbreaking, Bima dan jajaran pimpinan Pemkot Bogor sempat melihat lokasi bakal calon pemerintahan moderen tersebut.
Sekedar gambaran, lokasinya tak begitu jauh dari rumah Bima, atau wakilnya, Dedie A Rachim. Tak jauh juga dari jalan bebas hambatan alias jalan tol.
Makanya Pemkot ngotot segera merampungkan Exit Tol KM 42,5 dan memanfaatkan secuil wilayah milik Bupati Ade Yasin di Kabupaten Bogor.
Pantauan Radar Bogor kemarin pagi, beberapa titik lahan masih ditumbuhi tanaman olahan. Entah milik warga, atau sang penguasa tanah yakni Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Kalau kita melihat maketnya, luar biasa. Kita mengidam-idamkan, suatu saat pusat Kota Bogor menjadi benchmark (tolok ukur) dari pemerintahan di seluruh Indonesia,” kata Bima.
Bima bilang, ada tiga identitas yang akan ditanam di kawasan itu nanti. Bogor sebagai kota pusaka (heritage), hijau (green), dan cerdas (smart). Sehingga, semua ini, termasuk pembangunan kawasan apartemen dan fasilitas lainnya mengarah ke sana.
“Ini bagian dari konsep tata ruang kota yang sudah kami pikirkan, dokumentasikan, arsipkan, dan rencanakan sejak 2014. Kita ingin Istana dan Kebun Raya menjadi heritage yang dijaga,” terang Bima lagi.
Nantinya, aktivitas masyarakat di pusat pemerintahan yang lama akan diisi dengan warga yang naik sepeda, berjalan kaki, dan lain – lain.
Balaikota bahkan kata Bima bisa menjadi museum seperti di Singapura. Aktivitas pusat kota dikurangi. Maket Pemerintahan Kota Bogor ke depan kemudian dinilai ideal di mata Bima.
“Perjuangan kita dari 2014, sebenarnya sederhana. Menguatkan karakter Kota Bogor yang dahsyat, yang menurut kami menjadi kebanggaan kita. Menguatkannya dengan konsep tata ruang. Otak-atik dokumen, perbaiki RTRW, itu penting. Supaya tertib zonasi dan wilayah pelayanannya,” urainya menyudahi.
Rencana Pemkot itu kemudian didukung kuat PT. Sejahtera Eka Graha (SEG) sebagai Badan Usaha Milik Kementerian Keuangan. Tentunya dengan alasan penataan kawasan Kota Bogor. Di mana ke depan, akan ada pengembangan transportasi, infrastruktur, hingga danau di Bogor Raya, yang bisa dimanfaatkan untuk air minum.
Direktur PT. Sejahtera Eka Graha, Wahyu Kurniawan Bayangkara mengatakan, sebenarnya bukan hanya 12 tower apartemen yang dibangun. Melainkan ada mal, dua unit hotel, kawasan komersial seperti restauran dan danau pengendali banjir. Sehingga, kemudian ini menjadi megaproyek selain pembangunan pusat pemerintahan baru.
“Pesan dari bu Menteri dan pak Dirjen, kita harus punya kontribusi di mana kita berada. Kami berharap persembahan dari kami ini menjadi salah satu upaya penataan Kota Bogor menjadi lebih baik,” kata Wahyu pada Radar Bogor.
Harapannya apabila berkembang, Wahyu mengaku pihaknya bisa memanfaatkan tanah secara optimal dan memberi implikasi secara finansial pada korporasi. Tapi bagi Kota Bogor, tentunya membuat income dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari hotel, restauran, dan wisata.
Dari 12 tower apartemen itu, kemudian akan disediakan sekitar 5000 unit ruangan, dengan populasi yang tinggal di sana sekitar 20.000 orang. Namun, kata Wahyu, kawasan danau yang akan menjadi prioritas pengerjaan pengembangan.
“Kalau dari sisi konstruksi untuk 12 tower mungkin kita butuh waktu sekitar hampir 4 atau 5 tahun. Tapi sebenarnya kalau untuk tahap pertama ini kita ada 4 tower, itu kira – kira 2 tahun rampung,” jelasnya.
Wahyu juga blak – blakan soal status tanah di sana. Sekian banyak pemilik tanah adalah PT. SEG. DJKN, hanya sebagai pemegang saham yang mendapat kuasa dari Menteri Keuangan.
Sedangkan untuk tanah bakal kantor walikota seluas 6 hektare itu statusnya masih milik DJKN. Sehingga tidak ada keterlibatan swasta di dalamnya, alias goverment to goverment. Sisa tanahnya, seluas 15 hektare di wilayah itu, baru diserahkan ke PT. SEG untuk dikembangkan.
“Dikiranya SEG yang menyerahkan ke pemkot, padahal gak ada hubungannya,” tutupnya. (dka/c)