Kampus Terbaik : Lagu, Doa, Mimpi

Prof. Dr. Arif Satria, Rektor IPB University

HARI INI 1 September 2020 adalah Dies Natalis IPB ke 57. Terima kasih kepada Bapak Presiden, para Menteri, Gubernur BI, Pemkab dan Pemkot Bogor, para Rektor, para alumni dan para mitra IPB yang telah memberi atensi dan ucapan selamat.

Di awal dan penghujung acara Dies Natalis IPB tersebut, diperdengarkan lagu yang saya ciptakan tahun 2019 khusus menyambut Dies Natalis IPB ke 56, berjudul “Kampus Terbaik”. Lagu Kampus Terbaik tidak eksklusif untuk IPB, tetapi berlaku untuk kampus manapun. Isinya universal. Mengapa saya ciptakan lagu tersebut?

Lagu ini berisi pesan bahwa kampus terbaik selalu penuh dengan inspirasi, inovasi, dan integritas (3I). Tiga kata tersebut adalah modal untuk memberi terbaik untuk negeri, dunia, umat manusia dan alam semesta. Ada dimensi manfaat yang harus diberikan.

Namun demikian kampus harus menjadi bagian dari masa depan sehingga selalu responsif terhadap perubahan. Karena itu kampus harus menghadirkan masa depan dalam langkah dan pikiran hari ini, agar kita selalu terdepan.

Bekal ilmu dan jiwa pengabdian adalah modal kita menghadapi deras arus zaman yang takkan tertahan. Menghadapi masa depan harus bermental pembelajar lincah yang terus berpacu dalam keunggulan. Terus melangkah dan maju melangkah. Begitulah isi lagu Kampus Terbaik.

Bernyanyi, berkata, dan menulis yang berisi pesan positif adalah doa. Menjadi kampus terbaik adalah doa. Mulutmu harimaumu, kata pepatah. Apa yang sering kita ucapkan itulah yang akan menjadi kenyataan. Karena itu sering-seringlah mengucapkan hal-hal baik dan positif. Hal positif yang sering kita ucapkan adalah energi positif untuk menyempurnakan kehidupan kita.

Prof. Dr. Arif Satria, Rektor IPB University

Mimpi dan doa itu gratis. Tak ada resiko apapun bermimpi dan berdoa setinggi langit. Bahkan Bung Karno mengatakan, “Bermimpilah setinggi langit. Kalau pun jatuh, engkau akan jatuh diantara diantara bintang-bintang”.

Masalah bangsa ini jangan-jangan karena untuk bermimpi pun kita takut. Inferiority complex seperti inilah yang mungkin menghambat kita maju. Bangsa-bangsa maju juga hidup 24 jam dan diberi jiwa raga seperti kita. Bedanya mereka punya mimpi dan berusaha mewujudkan mimpinya itu dengan strategi dan kerja keras. Lahirlah banyak inovasi yang mengubah dunia.

Sikap inferior ini harus kita pupus. Bergembiralah melihat prestasi orang lain. Janganlah melulu melihat celah masalah orang lain. Banggalah dengan apa yang kita miliki dan kita capai. Kadang ada orang yang selalu underestimate terhadap orang lain, juga terhadap dirinya, kelompoknya, institusinya, bahkan bangsanya sendiri.

Nampaknya bagi mereka yang inferior, suatu hal yang aneh kalau tiba-tiba kita menjadi maju. Seolah-olah kita ditakdirkan sebagai follower dan tertinggal selamanya. Tidak ada keberanian untuk menjadi yang terdepan. Mungkin tidak sedikitpun terbayang dalam mimpinya untuk menjadi orang yang maju. Inilah ciri-ciri mental inferior yang harus kita pupus.

Mengapa kita punya inferiority complex? Orang sering menjawab karena penjajahan 350 tahun. Tetapi mestinya jawaban hari ini adalah karena kita tidak berani menghentikan inferiority complex tersebut. Penjajahan adalah masa lalu dan janganlah selalu meratapi masa lalu itu.

Yang kita hadapi adalah hari ini dan masa depan. Yang diperlukan hari ini dan masa depan adalah karya besar. Jadi tidak ada cara lain selain mengubah mindset kita agar selalu membuat karya besar. Karya besar hanya bisa lahir dari mimpi besar. Mimpi besar hanya bisa terwujud dengan usaha ekstra besar, dan dimulai dari langkah kecil yang kita mampu. Yang penting adalah mulai melangkah.

Prof. Dr. Arif Satria, Rektor IPB University

Honda mengatakan bahwa sebagian orang bermimpi untuk lari dari kenyataan, sebagian lagi bermimpi untuk mengubah kenyataan. Kita pilih yang kedua, yakni bermimpi untuk mengubah kenyataan.

Masuk ke dalam peringkat 531+ dunia versi QS awalnya hanyalah mimpi. Mendapat skor tertinggi dalam klasterisasi Perguruan Tinggi 2020 juga awalnya sebuah mimpi. Mimpi terwujud karena kita melangkah bersama. Mimpi adalah mengerakkan, bukan sekedar melamunkan keadaan ideal.

Apa mimpi kita selanjutnya? Peringkat bukanlah tujuan utama kita. Rumus kampus terbaik adalah yang mampu memberi yang terbaik. Ada nilai tambah yang kita berikan untuk negeri, masyarakat dan kehidupan ini. Ada inovasi dan lulusan yang dirasakan manfaatnya. Ada ide dan pemikiran yang menggerakkan kemajuan.

Bangsa besar akan selalu tercipta berkat adanya kampus-kampus terbaik yang memiliki karya besar. Stanford University punya ‘Silicon Valley’ dengan inovasi yang dahsyat. IPB punya ‘Aneka Inovasi Pangan’ yang keren. ITB memiliki ‘Inovasi Katalis’ dan ITS menghasilkan ‘Motor Gesit’ yang top. Banyak kampus di Indonesia terus bergerak maju.

IPB sejak 2008-2019 memberikan kontribusi 501 inovasi atau 39% inovasi nasional menurut Business Innovation Center (BIC). Ada 57 varietas unggul IPB, beberapa sudah beredar di pasar seperti IPB 3S di 26 provinsi, Nanas, dan Pepaya Calina di 126 kab/kota dan 11 negara. Ada rumpun ayam unggul D1,D2, dan D3.

Ada inovasi produk diversifikasi pangan seperti mie dari jagung, mie wortel, mie bayam merah, dan beras analog dari sagu, ubi, dan jagung. Ada juga biskuit dari lele. Ada inovasi biomaterial seperti helm dari limbah sawit. Inovasi biofarmaka, energi dan alsintan juga banyak.

Prof. Dr. Arif Satria, Rektor IPB University

Era 4.0 juga melahirkan inovasi Precipalm, Apartemen Kepiting 4.0, smart tractor, dan robotik deteksi kematangan buah, dan masih banyak lagi. Adanya Science Techno Park IPB akan terus menggerakkan inovasi hingga terasa manfaatnya oleh masyarakat.

Tak kalah pentingnya adalah inovasi sosial yang menggerakkan masyarakat. Ada Sekolah Peternakan Rakyat di 22 kabupaten dan 11 provinsi, teknologi padi IPB Prima, Precision Village, One Village One CEO, kemitraan di Agribusiness Technology Park, Tani Center dan lainnya.

Kita harus bangga dengan karya-karya kita. Namun, dunia terus berubah. Inovasi kita juga harus tumbuh dan berubah. Mari terus berinovasi dengan daya manfaat yang lebih besar lagi. Kuncinya adalah kreativitas, future mindset, kolaborasi, dan berani bermimpi.

Mimpi besar akan menghasilkan inovasi besar. Tebarlah selalu inspirasi. Jadikan pertemuan dan silaturahmi sebagai arisan inspirasi. Deras Inspirasi akan membuat kita optimis dan percaya diri. Inilah modal untuk terus bergerak maju.

Kata Abraham Lincoln, “the best way to predict the future is to create it”. Menciptakan masa depan hari ini hanya bisa terjadi kalau kita punya inspirasi dan inovasi. Keduanya berasal dari sebuah mimpi. Mimpi tidaklah muncul saat kita tidur, tapi saat kita sadar. Termasuk saat kita sadar dan sedang bernyanyi lagu Kampus Terbaik.

Dirgahayu IPB ke 57.
Jayalah IPB kita. (*)