Perayaan hari kemerdekaan tahun ini diliputi suasana yang memperihatinkan. Pandemi Covid-19 masih terus melanda dunia dan negeri kita. Bahkan, di negeri kita masih belum ada tanda-tanda mereda.
Jumlah kasus Covid 19 di negeri kita juga masih terus bertambah. Sampai hari Jumat (14/8/2020) kasus Covid-19 menjadi 135.123 orang. Jumlah pasien meninggal mencapai 6.021 orang.
Upaya Pemerintah untuk percepatan penangangan pandemik Covid-19 ini masih banyak kekurangan, kelemahan, kelambanan dan kelalaian. Di kalangan masyarakat juga masih lemah disiplin melakukan protokol kesehatan.
Terjadi penambahan kluster baru yang terjangkit Covid-19. Transmisi (penularan) masih terus berlangsung, entah sampai kapan. Sekarang jumlah korban masih terus bertambah lebih dari 2000 setiap hari. Jumlah yang meninggal dunia juga terus bertambah setiap harinya.
Pandemi ini selain menewaskan lebih dari ribu orang, juga telah memporak-porandakan kondisi ekonomi bangsa. Ancaman resesi di depan mata, bahkan sudah mulai terjadi!.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus ini menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 7 April 2020, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan, dan melakukan PHK terhadap pekerjanya.
Total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak ini. Rinciannya, 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan.
Jumlah keluarga misikin meningkat drastis. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pada Maret 2020 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 1,63 juta orang dibandingkan periode September 2019.
Dengan demikian, jumlah penduduk miskin RI saat ini tercatat sebanyak 26,42 juta orang. Penyelenggaraan pendidikan formal juga terganggu, semua harus belajar dari rumah.
Begitu juga banyak pekerja-pekerja kantiran, terpaksa bekerja dari rumah. Masjid, Gereja dan tempat-tempat ibadah lain juga ditutup, atau dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak biasa, bahkan terpaksa ‘melanggar’ cara-cara ibadah yang selama ini dilakukan.
Kita ini sesungguhnya bangsa yang kuat. Sudah biasa ditempa oleh derita selama ratusan tahun oleh penjajah durjana, dan juga ratusan kali dan macam bencana.
Setiap kali itu pula kita mampu bertahan dengan segala riak dan dinamikanya. Pusat Data Informasi BNPB menyampaikan data bahwa jumlah bencana selama 10 tahun terakhir sebanyak 20.342 kali kejadian.
Akibat kejadian itu, korban meninggal dan hilang mencapai 11.352 orang, luka luka 164.772 orang dan mengungsi serta terdampak 33.513.958 orang. Tidak ada kata menyerah atau putus asa.
Kita mesti bangkit menghadapi ancaman keterpurukan negara dan bangsa ini secara bersama-sama, tinggalkan dulu segala ego dan kepentingan golongan, dan singkirkan segala bentuk sikap, kebijakan dan perilaku yang justru mempercepat kebangkrutan bangsa. Beberapa hal berikut mesti dilakukan oleh pemerintah secara seksama, bersama dan berbudaya.
Pertama, pemerintah hendaknya fokus dan lebih serius menanggulangi wabah Covid 19 dan krisis ekonomi yang mengancam ini dengan cara yang lebih tegas, efektif dan terukur.
Semua kita mengerti bahwa sumber masalah dari segala kekacauan yang memporak-porandakan berbagai aspek kehidupan bernegara dan berbangsa ini adalaah mewabahnya Covid-19.
Bila wabah ini tidak secepatnya ditanggulangi, pasti akan berakibat buruk bagi pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial dan politik yang pada gilirannya akan menyengsarakan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Fokus dalam artian, membuat kebijakan yang komprehensif, efektif, dan relevan sehingga menuntun ke pencapaian pemulihan yang signifikan. Sebaiknya tunda dulu segala pembahasan kebijakan yang tidak relevan dengan krisis ini.
Stop dulu membahas atau utak-atik RUU yang menimbulkan protes banyak fihak, seperti RUU HIP, RUU Ciptaker (Omnibus Law), RUU PKS. Pemerintah mesti lebih tanggap dan cepat melancarkan program-program percepatan penanganan Covid 19 dan pemulihan ekonomi dengan anggaran yang sudah disiapkan sebesar Rp. 695Triliun.
Harus segera terserap dengan cepat dan efektif, sesuai dengan sasaran. Pemerintah mesti transparan menyampaikan ke publik kemana saja alokasi uang rakyat tersebut digunakan, untuk apa, dan bagaimana hasilnya.
Kedua, pemerintah mesti membangun wibawa dan kepercayaan masyarakat (public trust) dengan sikap dan perilaku yang patut dicontoh (teladan). Pemerintah mesti menjadi teladan atas segala sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai kerja yang profesional, berintegritas, dan bermoral.
Jauhkan dari sikap-sikap arogan, nepotisme, serakah, mudah mengumbar janji yang tidak ditepati, atau mudah berbohong. Selain itu, Pemerintah juga mesti membuat kebijakan-kebijakan dan program yang sepenuhnya untuk kepentingan dan kebaikan rakyat, terutama mereka yang sangat membutuhkan bantuan Negara.
Lapisan masyarakat yang terkena dampak mesti mendapat prioritas, baik dalam hal penanganan kesehatan ataupun bantuan ekonomi. Pemerintah mesti adil dalam menegakkan hukum, tanpa pandang bulu.
Siapapun yang bersalah dimata hukum mesti diproses dengan adil. Pemerintah mesti juga serius dalam hal pemberantasan korupsi, menjaga agar asset dan kekayaan negara tidak direnggut oleh pihak-pihak yang tidak berhak.
Bila semua ini dilakukan dengan cepat, tanggap dan terlihat nyata oleh segenp rakyat, niscaya Pemerintah akan kuat dan dicintai rakyatnya.
Ketiga, pemerintah mesti menggalang semangat persatuan dan kesatuan, menghidupkan semangat kerjasama, semangat gotong royong ke semua anak bangsa.
Mengajak dan merangkul serta memfasilitasi semua elemen anak bangsa yang hendak ikut berpartisipasi dan memberikan kontribusi bagi Negara yang sedang menderita ini.
Jauhkan dari sikap dan cara diskriminatif yang akan berpotensi memecah belah. Presiden, mesti bijak untuk menyapa, merangkul dan mengajak semua untuk saling diskusi dan kontribusi.
Jangan biarkan juru bicara atau staff ahli Presiden bersuara atau berbicara yang kurang bijak, bahkan kadang menyakiti hati rakyat. Pemerintah mesti bersabar dan berbesar hati mendengarkan dan memperhatikan suara-suara yang kritis dan kadang menyakitkan, karena suara-suara itu keluar dari hati yang sedang menderita dan prihatin melihat situasi dan kondisi ibu pertiwi.
Jangan mudah mengancam, menangkap, atau memberi label yang negatif kepada rakyat. Terutama kepada kelompok umat beragama, baik Islam maupun yang lainnya. Ajak tokoh-tokoh dan ulama setiap agama untuk duduk bersama memecahkan persoalan bangsa.
Jangan ada yang dikriminalisasi, dijauhkan dari negeri, apalagi dimusuhi. Sepanjang mereka tidak berbuat makar, wajib bagi Pemerintah mendengarkan suara mereka.
Apalagi kita semua tahu, bahwa negeri ini dibangun dan diperjuangkan kemerdekaannya oleh dukungan luar biasa dari para tokoh dan pemuka agama yang dicintai jutaan pengikutnya.
Percayalah, mereka semua bersikap demikian hanya untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk menggantikan bapak Presiden !. Mereka hanya ingin agar Indonesia tumbuh kuat dan bermartabat dengan menjunjung tinggi nili-nilai Pancasila, dan agar Pemerintah menunaikan amanat UUD 1945.
Bila ketiga nasehat ini dijalankan dengan sebaik-baiknya, pemerintah akan mendapat dukungan yang luas dari berbagai elemen anak bangsa. Beban kerja pemerintah akan menjadi ringan, karena bolehjadi semua masyarakat, ormas-ormas, para tokoh dan pemimpin agama, dari kalangan pro pemerintah maupun oposisi saling bahu-membahu menyelamatkan negeri ini dari keterpurukan. Rakyat membutuhkan Pemimpin dan Pemerintah yang kuat, berwibawa dan melindungi segenap tanah tumpah darah. Dirgahayu Negeriku !
Dr. Fahmy Alaydroes, MM, MEd.
Anggota DPR-RI Fraksi PKS