Oleh Hazairin Sitepu
“…..Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan, namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain, dengan terompet lagi…” (Khalil Gibran).
Pada mulanya banyak orang yang skeptis. Ya dosen. Ya mahasiswa. Ya staf di universitas. Apakah dia bisa memimpin. Apakah dia bisa mengubah keadaan. Apakah dia bisa memperbaiki nasib para dosen dan pejabat universitas. Itu delapan tahun yang lalu. Ketika Dr Ending Bahruddin diangkat menjadi Rektor Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor.
Periode jabatan rektor empat tahun. Dan jabatan itu di UIKA hanya boleh satu periode. Tetapi Bahruddin memangku jabatan rektor dua periode. Delapan tahun. Itu luar biasa. Senin 29 Juni 2020 ia melepaskan jabatan itu setelah Dr Ending Mujahidin dilantik sebagai rektor yang baru.
Menjabat rektor dua periode itu bukan lantaran dia disayang oleh ketua yayasan. Tetapi yayasan memang sangat membutuhkan Bahruddin untuk melanjutkan perubahan dan pembaharuan di universitas yang didirikan KH Sholeh Iskandar itu.
UIKA pada tahun 2012 memiliki 3.600-an mahasiswa. Saat ini ada 7.800-an mahasiswa yang kuliah di universitas yang kampusnya di Jl. KH Sholeh Iskandar, Kota Bogor. Terjadi kenaikan 4.200-an mahasiswa. Berarti jumlah dosen dan ruang belajar pun naik mengikuti rasio jumlah mahasiswa.
Memperbaiki sistem dan managemen keuangan adalah satu hal mendasar yang ia lakukan. Sehingga, keuangan universitas terkelola secara modern. Antrean panjang pada hari menerima gaji, ketika ia mulai memimpin, sudah tidak ada lagi. Semua telah melalui bank.
Ending Bahruddin memang membuat perubahan. Melakukan reformasi. Tetapi itu tidaklah serta-merta diterima oleh civitas akademika. Ia ditentang. Bahkan didemo. “Tapi setahun setelah itu mereka mengatakan bahwa apa yang saya lakukan itu ternyata sangat baik,” kata Bahruddin.
Hal yang membuat suara UIKA makin nyaring di luar kampus adalah sangat seringnya Rektor Bahruddin hadir di berbagai forum masyarakat. Yang tidak berkaitan dengan kampus sekali pun. Termasuk forum-forum Bogor dan Sahabat dan Radar Bogor. Meskipun itu hanya makan durian bersama.
Jalan KH Sholeh Iskandar sebelum-sebelumnya sangat sering macet lantaran mahasiswa UIKA sering demo di depan kampusnya. Pada masa Rektor Bahruddin jalan itu sangat lancar. Mahasiswa UIKA memang dikenal sangat kritis terhadap isu-isu pro-rakyat.
Senin 29 Juni siang saya diundang menghadiri silaturahim melepas rektor lama dan meyambut rektor baru di Restoran BUMI AKI. Rektor baru Dr Ending Mujahidin hadir, dan memberi sambutan.
Tidak terdengar suara musik atau pun lantunan lagu. Dan memang tidak tampak alat musik dalam ruangan itu. Yang ada adalah isak-tangis beberapa orang yang hadir. Termasuk staf rektorat yang memimpin acara. Saya pun ikut terharu.
Ia datang menjadi rektor disambut dengan sikap skeptis civitas akademika. Disambut dengan demo. Namun ia dilepas dengan isak tangis. Dan, bait puisi Khalil Gibran itu tidak berlaku bagi Rektor Ending Bahruddin. Ia dilepas dengan sangat haru. Ia dicintai. (*)