25 radar bogor

Penggabungan Pendidikan Agama dengan PKN Tak Mencerminkan Budaya Bangsa

ilustrasi kewenangan SMA
ilustrasi kewenangan SMA
Siswa-SMA
Ilustrasi siswa

JAKARTA-RADAR BOGOR, Beredar sebuah dokumen terkait penyederhanaan Kurikulum 2013 dalam FGD (diskusi terbatas, Red) yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dalam dokumen tersebut, diketahui terdapat rencana peleburan mata pelajaran Pendidikan Agama dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN).

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki mengatakan bahwa sepertinya permasalahan ini masih belum sampai kepada publik. Hanya sebatas di lingkungan kementerian saja.

“Kalau ada ide seperti itu ya tentu itu tidak kontekstual dan itu ahistoris (berlawanan dengan sejarah). Artinya pemikiran seperti itu tidak memiliki akar budaya, akar kehidupan bangsa Indonesia yang religius,” tutur dia kepada wartawan, Kamis (18/6).

Menurut Zainuddin, jika mata pelajaran Pendidikan Agama digabungkan dengan PKN, maka hal tersebut tidak mencerminkan budaya bangsa, di mana Indonesia diketahui sebagai bangsa yang religius.

“Para Founding Fathers kita dulu merumuskan Pancasila dan kemudian menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila pertama, itu berangkat dari peta dan akar budaya bangsa Indonesia yang religius,” ujar dia.

Bahkan, ketika dirinya pergi ke Inggris dan mengunjungi SMA Trinity di London, dirinya mendapati bahwa pelajaran agama itu diajarkan di Inggris mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi.

“Saya pulang itu membawa buku pelajaran agama untuk SMP. Bukunya itu, karena siswanya banyak, agamanya berbeda-beda, maka di dalam bukunya itu ada pelajaran agama yang macam-macam, tetapi di satu buku pelajaran agama. Di dalamnya ada pelajaran agama Kristen, Katolik, Konghucu, Islam, Hindu, Budha, dan agama lainnya dalam satu buku,” tutur dia.

Konsep pembelajaran seperti itu sebenarnya juga sama seperti yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jadi, mata pelajaran agama, siswa diajarkan sesuai dengan agama siswa itu sendiri.

“Misalnya, ada di Madrasah, ada anak Katolik sekolah di Madrasah itu harus dijarkan agama Katolik di situ walaupun dia hanya sendiri. Begitu juga sebaliknya, kalau ada orang Islam sekolah di sekolah Katolik, maka di sekolah itu harus mengajarkan agama Islam untuk siswa tersebut. Di Inggris seperti itu, bukunya masih saya simpan sampai sekarang,” tambahnya.

Kembali ke isu peleburan mata pelajaran Pendidikan Agama dan PKN, karena konsep dan gagasan ini belum digulirkan belum menjadi konsumsi publik secara luas, ia menyampaikan agar jangan muncul pemikiran seperti itu. Jangan ada pemikiran kurikulum yang disusun tidak berangkat dari akar budaya bangsa yang religius.

“Saya tidak menganggap Kemendikbud sudah punya pemikiran seperti itu. Saya anggap Kemendikbud tidak punya pemikiran seperti itu. Tetapi kalau ada pemikiran seperti itu, maka ini sama dengan mencabut pendidikan dari akar budaya bangsa yang religius,” tutup dia.(jpc)