Oleh : Arisman (Presiden Mahasiswa Universitas Nusa Bangsa)
Bulan Juni, banyak sekali yang memperingati hari-hari besar, baik tatanan di sosial dan lingkungan hidup manusia, flora dan fauna, salah satunya pada tangal 8 Juni bertepatan dengan peringatan Hari Laut Sedunia (World Oceans Day).
Hari Laut Sedunia merupakan perayaan tahunan yang diperingati di berbagai belahan bumi, termasuk di negara kita, Indonesia.
Sejarahnya, Hari laut sedunia ini diawali dengan pengajuan pertama pada tahun 1992 oleh Kanada pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brasil. Hari peringatan ini kemudian disahkan oleh PBB pada akhir tahun 2008. (Wikipedia).
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 17.540 dan panjang garis pantai 95 ribu kilometer yang membentang dari ujung barat ke timur.
Karunia sumber daya alam yang melimpah dan keanekaragaman hayati yang besar membuat Indonesia menjadi bangsa yang diperhitungkan di dunia. Dengan adanya World Oceans Day ini dapat menjadi perbaikan dan terus meningkatkan sektor perikanan kita.
Apa kabar laut kita? Kabarnya bisa baik dan bisa juga buruk menyusaikan perkembangan dan kebijakan yang terlaku, asalkan jangan jawab tanyakan rumput yang bergoyang. Hehe, itukan jawaban yang konsol.
Laut adalah bagian permukaan bumi yang cekung dan tertutup oleh air yang mempunyai kadar garam tinggi. Ilmu yang mempelajari perairan laut adalah oseanografi.
Terus bagaimana Wilayah konservassi laut? Untuk wilayah konservasinya mempunyai ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan dan perlindungan keanekaragaman tumbuhan dan ekosistemnya yang tersedia.
Tentu Pembentukan kawasan konservasi (perairan) ini pada dasarnya bertujuan (utama) untuk melindungi spesies/habitat keanekaragaman hayati dan mempertahankan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Maka kegiatan ini sangat di perlukan.
Dalam pelaksanaannya, ada dua kementerian yang berperan penting; kementerian lingkungan hidup dan kehutanan dan kementerian kelautan dan perikanan. Sehingga dalam wilayah hukum juga ada persamaan.
Contohnya; Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 juga membahas zonasi khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam, dan Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Jadi dalam landasan hokum cukup kuat dan jelas.
Pengelolaan kawasan konservasi perairan di Indonesia menapaki era baru sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 45 tahun 2009, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014.
Poin pertama, dalam hal kewenangan pengelolaan kawasan konservasi, kini tidak lagi menjadi monopoli pemerintah pusat melainkan sebagian telah terdesentralisasi menjadi kewajiban pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut.
Poin kedua, adalah pengelolaan kawasan konservasi dengan sistem ZONASI, Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan diatur dengan sistem ZONASI. Paling tidak, ada 4 (empat) pembagian zona yang dapat dikembangkan di dalam Kawasan Konservasi Perairan, yakni: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya.
Zona perikanan berkelanjutan tidak pernah dikenal dan diatur dalam regulasi pengelolaan kawasan konservasi terdahulu. Pengaturan sistem zonasi dalam pengelolaan kawasan konservasi serta perkembangan desentralisasi dalam pengelolaan kawasan konservasi, jelas hal ini merupakan pemenuhan hak-hak bagi masyarakat lokal, khususnya nelayan.
Kekhawatiran akan mengurangi akses nelayan yang disinyalir banyak pihak dirasakan sangat tidak mungkin. Justru hak-hak tradisional masyarakat sangat diakui dalam pengelolaan kawasan konservasi.
Masyarakat juga diberikan ruang pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi (seperti zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, maupun zona lainnya yang memenuhi unsur keberlanjutan), misalnya untuk budidaya dan penangkapan ramah lingkungan maupun pariwisata bahari dan lain sebagainya.
Untuk diketahui Pola-pola seperti ini dalam konteks pemahaman konservasi terdahulu belum banyak dilakukan. Kini, peran Pemerintah pusat dan dalam konteks paradigma ini, hanya memfasilitasi dan menetapkan kawasan konservasi, sedangkan proses inisiasi, identifikasi, pencadangan maupun pengelolaannya secara keseluruhan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah daerah.
Terkait dengan zonasi, suatu kawasan konservasi bisa dibedakan dalam dua tipe, ialah: kawasan tanpa pemanfaatan dan kawasan dimana sebagian wilayah di dalamnya bisa dimanfaatkan secara terbatas.
Pada kasus yang pertama, kawasan konservasi dikatakan hanya mempunyai satu zona, sedangkan kawasan kedua paling tidak ada dua wilayah yang berbeda, zona dimana segala bentuk pemanfaatan dilarang dan sebagian lagi dimana pemanfaatan terbatas masih memmungkinkan untuk dilakukan dan stakeholder bisa berperan aktif dalamnya.
Ada beberapa konsuensi memang dalam pembuatan kawasan koservasi ini bukanlah persoalan biasa dan alami melainkan proses yang rumit, yang menentukan diperbolehkan atau dilarangnya kegiatan para pengguna sumber daya alam.
Secara ekonomi dan Pelestarian alam dapat berpotensi mendatangkan keuntungan dan kerugian, dan secara social menimbulkan konflik akibat pembatasan akses. Hal-hal seperti ini yang harus dipertimbangkan dan diputuskan.
Karena memang Manusia memiliki kodrat penggunaan sumber daya yang langka untuk memuaskan kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Pada akhirnya akan menghasilkan pencemaran dan berdampak pada kerusakan sumber daya hayati laut. Sumber pencemaran bersumber dari pembangunan kawasan pemukiman, pertambangan, pelayaran, industri perikanan, budidaya.
Selain itu, aktivitas masyarakat pesisir yang melakukan alih fungsi lahan mangrove menjadi lahan tambak dan kawasan pemukiman membuat kawasan pesisir makin terdegradasi. Penyebab kerusakan sumber daya hayati laut juga akibat dari penangkapan ikan yang berlebihan (over-exploitation).
Beberapa problem yang sering terjadi dilapangan dari beberapa sumber, Contohnya di Wakatobi, sampai saat ini belum ada titik temu dan konsep bersama antara Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan Balai Taman Nasional Wakatobi dalam mengelola pariwisata dalam kawasan konservasi.
Kegiatan perikanan destruktif dengan bom dan bius di dalam kawasan konservasi perairan hingga saat ini belum juga berkurang. Pada perairan di kepulauan Spermonde dan Taman Wisata Perairan Kapoposang, biomassa ikan karang makin menurun dan menimbulkan kerusakan. Karena diketahui terumbu karang rusak akan mengakibatkan hilangnya tempat tinggal dan tempat mencari makan tidak tersedia, itulah satu kasusnya.
Selain itu banyak lagi kasus seperti pengambilan terumbu karang dan kerusakan terumbu karang di Taman Nasiona Ujun Kulon yang diakibat oleh kegiatan perikanan destruktif dengan bom dan bius di dalam kawasan dan masih banyak lagi kasus lain.
Salah satu cara Pemanfaatan sumber daya yang tidak mengacu pada prinsip keberlanjutan dan mengabaikan asas pelestarian menjadi bisa menjadi ancaman serius. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Menurut Selig and Bruno (2010) bahwa segala kegiatan manusia akhirnya mempengaruhi struktur bangunan terumbu karang. Belum lagi pencemaran kegiatan tambang dan sampah plastik yang tidak terkendalikan dengan baik.
Terus wilayah konservasi bisa apa.? Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2016 lalu berhasil mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistim sebesar Rp144 miliar. Wilayah konservasi juga menjamin keberlanjutan ekosistem dan kebangaan tersendiri Indonesia kaya akan SDA.
Untuk menjadi jargon supaya tercapainya rencana Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memperluas kawasan konservasi laut seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan berkomitmen memperluasnya menjadi 20 juta hektar pada tahun 2020 (UNEP-WCMC, 2008) serta Indonesia juga berkomitmen pencapaian SDG’s pada tahun 2030.
Komitmen didasarkan selain pada tingginya kebutuhan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan juga untuk menghadapi ancaman tekanan terhadap sumberdaya laut.
Wilayah konservasi laut Indonesia pada dasarnya tanggung jawab semua regenerasi, Saat-saat ini masih banyak problema-problema yang terjadi tengah masyarakat. Tentu itu menjadi tugas besar bersama, terutama pemerintah dalam hal ini ada beberapa hal yang harus dikonsistenkan untuk membangun dan mempertahankan sumberdaya yang tersedia, sperti ;
1. Peningkatan survey harus dilakukan terus menerus, tetapi di sisi lain dihadapkan dengan kendala dana operasional yang mahal maka pemerintah harus mengalokasi dana semaksimal mungkin.
2. Harus konsisten Terus dilakukan penanaman kembali terumbu karang yang terancam.
3. wilayah harus memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan kawasan dalam menyediakan sumber daya.
4. Para pengiat di sektor perikanan mampu menghadirkan UKMKM baru untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dalam hal ini peningkatan system Budidaya ikan air tawar untuk daerah yang jauh dan dekat dengan laut.
5. Mengajak semua stakeholder dalam perperan aktif membantuk baik dalam pemanfaat dan pengelolaan.
6. Pemimpin menciptakan regulasi yang tegas dan diberjalankan.
7. Kurangi perketat perizinan dan memperlambat investor yang masuk(dalam hal ini menjut investor).
8. dalam pengelolan harus di suarakan system yang bekerlanjutan.
9. Peningkatan Ekowisata laut, pantai dan rekreasi perairan yang dalamnya mengahadirkan Stakholder dan pendekatan sosialisasi.
Besar harapan semoga laut dalam pengelolaan secara konservasi dapat terus ditingkatkan dan kesalahan-kesalahan di masa lalu biarlah menjadi pembelajaran. Adanya hari laut sedunia ini menjadi teguran supaya agar terus membenah dan tampil dengan terobosan-terobosan baru. (*)