Ngaku Nikah di Bogor, Wanita Ini Palsukan Buku Nikah Demi Kuasai Harta Orang

Tiga tersangka pemalsu buku nikah diamankan Polda Metro Jaya.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengamankan tiga tersangka pemalsuan akta nikah, berinisial MHH, ABB dan seorang wanita berinisial J alias V.

Mereka memalsukan akta nikah itu, tujuannya untuk menguasai sertifikat tanah milik almarhum Basri Sudibyo.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, terbongkarnya kasus itu berkat laporan anak kandung almarhum Basri, berinisial GLH.

Dalam laporannya itu ia menyampaikan bahwa orang tuanya tidak pernah nikah dengan seorang wanita berinisial J.

“Kita melakukan penyidikan akta otentik perkawinan. Kemudian diketahui MHH menandatangani surat akta perkawinan palsu pada April 2019, dan dibuat seolah-olah akta tersebut dikeluarkan pada 11 Februari 2017,” ujar Yusri di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (28/1).

Adapun tersangka ABB berperan untuk membantu tersangka J dalam rangka membantu mengedit foto pernikahan yang akan dipergunakan sebagai perkawinan di pengadilan negeri Jakarta Utara.

Tak hanya itu, pelaku MHH juga mengaku sebagai Pendeta dan telah menikahkan keduanya di sebuah Gereja Protestan di kawasan Bogor, Jawa Barat. Tujuannya agar kecipratan uang aset senilai 40 miliar itu.

“J kemudian menggunakan surat perkawinan tersebut dan dicatat di Dukcapil agar dia mendapat surat waris dengan tujuan menguasai sertifikat tanah tersebut padahal semuanya palsu,” ungkapnya.

Sementara itu, Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Ghafur Siregar mengatakan, hubungan almarhum Basri dan J hanyalah sebagai terapis dengan pasiennya.

Namun, sebelum meninggil, Basri sempat menitipkan sertifikat tanah tersebut ke J.

“Ternyata ada niat J untuk mempertahankan sertifikat tersebut. Sertifikat tersebut merupakan bukti sah aset tanah senilai Rp 40 miliar di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan,” kata Ghafur.

Atas perbuatannya, para tersangka akan dijerat dengan Pasal 263, 264, 266, dan Pasal 242 KUHP dengan ancaman maksimal di atas 5 tahun penjara.(fir/pojoksatu)