JAKARTA–RADAR BOGOR, Pemerintah berencana menghapus tenaga honorer. Baik di instansi pusat maupun daerah.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) Tjahjo Kumolo menargetkan penghapusan tersebut tuntas pada 2021.
Tjahjo menuturkan, pemerintah sudah maksimal mengurus dan memperhatikan tenaga honorer. Hingga saat ini pun masih berlangsung.
Dalam kurun waktu sejak 2005 hingga 2014 pemerintah mengangkat 1.070.092 orang tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Rinciannya, 860.220 orang honorer K-1 dan 209.872 orang honorer K-II.
”Dengan demikian, secara de jure permasalahan tenaga honorer sudah selesai,” kata Tjahjo.
Keputusan menghapus tenaga honorer, lanjut dia, merupakan mandat Undang Undang (UU) Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam peraturan tersebut yang dimaksud ASN adalah PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). ”Makanya di luar dua itu harus dihapus,” ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Maka, Tjahjo mendorong agar para honorer untuk mengikuti tes CPNS maupun seleksi PPPK. Usulan tersebut telah disepakati oleh tujuh komisi gabungan DPR RI (I, II, III, IV, IX, X, dan XI) pada 23 Juli 2018 lalu.
Bagi honorer K-II yang berusia di bawah 35 tahun dapat mengikuti CPNS. Melalui formasi guru, tenaga kesehatan, atau dosen menyesuaikan kebutuhan organisasi. Tentunya, juga harus memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai.
Sedangkan, bagi honorer K-II yang berusia di atas 35 tahun bisa mengikuti seleksi PPPK. Khusus untuk guru, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian yang sudah dilakukan pada Januari 2019 lalu.
Hasilnya, sebanyak 34.954 orang yang lolos sebagai tenaga guru, 1.792 orang tenaga kesehatan, dan 11.670 orang untuk formasi penyuluh pertanian.
”Saat ini masih dalam proses pengangkatan ASN dengan status PPPK. Nggak lama lagi, sabar,” ucap menteri 62 tahun itu.
Dengan demikian, Tjahjo melarang seluruh pejabat pembina kepegawaian (PPK) instansi pemerintah mengangkat pegawai non-PNS maupu non-PPPK. Bagi PPK yang melanggar akan diberi sanksi.
”Bagi pegawai ASN yang masih bekerja di kantor pemerintah diberikan masa transisi selama lima tahun sejak PP (Peraturan Pemerintah, Red) Nomor 49 tahun 2018 tentang PPPK diundangkan,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi menyoroti keputusan pemerintah bersama DPR menghapus tenaga honorer. Termasuk diantaranya guru honorer. Menurut dia sekolah bisa lumpuh jika guru honorer serta merta ditiadakan.
Sebelumnya Komisi II DPR bersama pemerintah bersepakat bahwa tidak ada lagi status pegawai di instansi pemerintah selain PNS dan PPPK. Padahal saat ini masih ada ratusan ribu guru honorer. Meskipun rencana penghapusan honorer itu dilakukan secara bertahap, namuan PGRI meminta dilakukan secara cermat.
Menurut Unifah selama kebutuhan guru di sekolah dicukupi oleh pemerintah, penghapusan honorer bisa dijalankan. Tetapi pada nyatanya saat ini masih banyak sekolah negeri yang hanya memiliki satu sampai dua orang guru PNS. Sisanya adalah guru honorer.
”Menghapus tenaga honorer secara prinsip berarti menghapus honorernya. Berarti (guru honorer, Red) yang eksisting juga harus diselesaikan,” katanya di kantor Wakil Presiden, (22/1/2020).
Unifah mengatakan penghapusan tenaga honorer harus ada time line-nya. Dia menegakan jika saat ini diputuskan langsung tidak ada honorer, maka banyak sekolah negeri yang lumpuh.
Unifah menuturkan pemerintah harus memiliki komitmen untuk menuntaskan persoalan honorer. Secara bertahap mereka diberikan kesempatan menjadi PNS atau PPPK.
Dia tidak menolak dilakukan seleksi. Sebab bagaimanapun juga guru yang menjadi PNS atau PPPK harus berkualitas.
”Yang penting diberikan kesempatan untuk menjadi PNS atau PPPK,” tuturnya.
Unifah mengatakan di lapangan saat ini tidak hanya ada tenaga honorer kategori dua. Tetapi juga ada tenaga honorer non kategori.
Dia mencontohkan bagi tenaga honorer yang usianya lebih dari 35 tahun, secara syarat administrasi tidak bisa menjadi PNS. Untuk itu diberikan kesempatan menjadi PPPK. (han/wan)